Rabu, 12 Juni 2013

ASKEP PADA PASIEN GBS


A. PENGERTIAN
GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik, sensorik, dan otonom.
Guillain Barre Syndrome (GBS) atau yang dikenal dengan Acute Inflammatory Idiopathic Polyneuropathy (AIIP) atau yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah suatu penyakit pada susunan saraf yang terjadi secara akut dan menyeluruh, terutama mengenai radiks dan saraf tepi, kadang-kadang mengenai saraf otak yang didahului oleh infeksi. Penyakit ini merupakan penyakit dimana sistem imunitas tubuh menyerang sel saraf.
B. ETIOLOGI
Kondisi yang khas adalah adanya kelumpuhan yang simetris secara cepat yang terjadi pada ekstremitas yang pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Tetapi dalam beberapa kasus juga terdapat data bahwa penyakit ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan autoimun. Penyebab yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Tetapi pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Virus yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus (CMV), HIV, Measles dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri paling sering oleh Campylobacter jejuni. Lebih dari 60% kasus mempunyai faktor predisposisi antara satu sampai beberapa minggu sebelum onset, antara lain :
- Peradangan saluran napas bagian atas
- Vaksinasi
- Diare
- Kelelahan
- Peradangan masa nifas
- Tindakan bedah
- Demam yang tidak terlalu tinggi
C. TANDA DAN GEJALA
• Sulit dideteksi pada awal kejadian
– Gejala berupa flu, demam, headache, pegal dan 10 hari kemudian muncul gejala lemah.
– Selang 1-4 minggu, sering muncul gejala berupa :
• Paraestasia (rasa baal, kesemutan)
• Otot-otot lemas (pada tungkai, tubuh dan wajah)
• Saraf-saraf cranialis sering terjadi patologi, shg ganguan gerak bola mata, mimik wajah, bicara, dll
• Gangguan pernafasan (kesulitan inspirasi)
• Ganggua saraf-saraf otonom (simpatis dan para simpatis)
– Gangguan frekuensi jantung
– Ganggua irama jantung
– Gangguan tekanan darah
• Gangguan proprioseptive dan persepsi thd tubuh
• Diikuti rasa nyeri pada bagian punggung dan daerah lainnya.
D. PATOFISIOLOGI



Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri. Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan memproduksi antibodi melawan komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi dari myelin.
Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis; berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu selubung yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang terbungkus plastik. Selubung myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel saraf. Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang ditransmisikan. Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada kecepatan lebih dari 50 km/jam.
Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan semakin lambat.
Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak penghasil myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap. Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang; transmisi sinyal melambat, terblok, atau terganggu; sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan.10 Untungnya, fase ini bersifat sementara, sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan berhenti dan pasien akan kembali pulih.
Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan medulla spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri dari saraf kranialis dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak dan medulla spinalis, menuju dan dari otot, organ, serta kulit. Tergantung fungsinya, saraf dapat diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan otonom (involunter).
Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul kerusakan sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang bersifat progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah GBS dikenal sebagai neuropati perifer. GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi abnormal ataupun kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri dinamai demyelinasi primer.
Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2. Selubung myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis. Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah gejala diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik, karena regenerasi akson membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh lebih cepat.
Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf. Saraf-saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun, saraf-saraf kranialis dapat juga ikut terlibat.



E. Komplikasi
1. Polinneuropatia terutama oleh karena defisiensi atau metabolic
2. Tetraparese oleh karena penyebab lain
3. Hipokalemia
4. Miastenia Gravis
5. adhoc commite of GBS
6. Tick Paralysis
7. Kelumpuhan otot pernafasan
8. Dekubitus
F. Penatalaksanaan 
Tujuan utama dapat merawat pasien dengan SGB adalah untuuk memberikan pemeliharaan fungsi sistem tubuh. Dengan cepat mengatasi krisis-krisis yang mengancam jiwa, mencegah infeksi dan komplikasi imobilitas, dan memberikan dukungan psikologis untuk pasien dan keluarga. 
1. Dukungan pernafasan dan kardiovaskuler 
Jika vaskulatur pernafasan terkena, maka mungkin dibutuhkan ventilasi mekanik. Mungkin perlu dilakukan trakeostomi jika pasien tidak dapat disapih dari ventilator dalam beberapa minggu. Gagal pernafasan harus diantisipasi sampai kemajuan gangguan merata, karena tidak jelas sejauh apa paralisis akan terjadi. Jika sistem saraf otonom yang terkena, maka akan terjadi perubahan drastis dalam tekanan darah (hipotensi dan hipertensi) serta frekuensi jantung akan terjadi dan pasien harus dipantau dengan ketat. Pemantauan jantung akan memungkinkan disritmia teridentifikasi dan diobati dengan depat. Gangguan sistem saraf otonom dapat dipicu oleh Valsava maneuver, batuk, suksioning, dan perubahan posisi, sehingga aktivitas-aktivitas ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati. 
2. Plasmaferesis 
Plasmaferesis dapat digunakan baik untuk SGB maupun miastenia gravis untuk menyingkirkan antibodi yang membahayakan dari plasma. Plasma pasien dipisahkan secara selektif dari darah lengkap, dan bahan-bahan abnormal dibersihkan atau plasma diganti dengan yang normal atau dengan pengganti koloidal. Banyak pusat pelayanan kesehatan mulai melakukan penggantian plasma ini jika didapati keadaan pasien memburuk dan akan kemungkinan tidak akan dapat pulang kerumah dalam 2 minggu. 
3. Penatalaksanaan nyeri 
Penatalaksanaan nyeri dapat menjadi bagian dari perhatian pad pasien dengan SGB. Nyeri otot hebat biasanya menghilang sejalan dengan pulihnya kekuatan otot. Unit stimulasi listrik transkutan dapat berguna pada beberapa orang. Setelah itu nyeri merupakan hiperestetik. Beberapa obat dapat memberikan penyembuhan sementara. Nyeri biasanya memburuk antara pukul 10 malam dan 4 pagi, mencegah tidur, dan narkotik dapat saja digunakan secara bebas pada malam hari jika pasien tidak mengkompensasi secara marginal karena narkotik dapat meningkatkan gagal pernafasan. Dalam kasus ini, pasien biasanya diintubasi dan kemudian diberikan narkotik. 
4. Nutrisi 
Nutrisi yang adekuat harus dipertahankan. Jika pasien tidak mampu untuk makan per oral, dapat dipasang selang peroral. Selang makan, bagaimana pun, dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit, jadi dibutuhkan pemantauan dengan cermat oleh dokter dan perawat. 
5. Gangguan tidur 
Gangguan tidur dapat menjadi masalah berat untuk pasien dengan gangguan ini,terutama karena nyeri tampak meningkat pada malam hari. Tindakan yang memberikan kenyamanan, analgesic dan kontrol lingkungan yang cermat (mis, mematikan lampu, memberikan suasana ruangan yang tenang) dapat membantu untuk meningkatkan tidur dan istirahat. Juga harus selalu diingat bahwa pasien yang mengalami paralise dan mungkin pada ventilasi mekanik dapat sangat ketakutan sendiri pada malam hari, karena ketakutan tidak mampu mendapat bantuan jika ia mendapat masalah. Harus disediakan cara atau lampu pemanggil sehingga pasien mengetahui bahwa ia dapat meminta bantuan. Membuat jadwal rutin pemeriksaan pasien juga dapat membantu mengatasi ketakutan. 
5. Dukungan emosional 
Ketakutan, keputusasaan, dan ketidakberdayaan semua dapat terlihat pada pasien dan keluarga sepanjang perjalanan terjadinya gangguan. Penjelasan yang teratur tentang intervensi dan kemajuan dapat sangat berguna. Pasien harus diperbolehkan untuk membuat keputusan sebanyak mungkin sepanjang perjalanan pemulihan. Kadang pasien seperti sangat sulit untuk dirawat karena mereka membutuhkan banyak waktu perawat. Mereka dapat menggunakan bel pemanggil secara berlebihan jika merasa tidak aman. Perawat harus mempertimbangkan untuk membiarkan keluarga menghabiskan sebagian waktu lebih banyak bersama pasien. Dengan menyediakan perawat primer dapat memberikan pasien dan keluarga rasa aman, mengetahui bahwa ada seseorang yang dapat menjadi sumber informasi dengan konsisten. Pertemuan tim dengan pasien dan keluarga harus dilakukan secara.
ASUHAN KEPERAWATAN 
1. Pengkajian 
 Identitas klien : meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
 Keluhan utama : kelumpuhan dan kelemahan
 Riwayat keperawatan : sejak kapan, semakin memburuknya kondisi / kelumpuhan, upaya yang dilakukan selama menderita penyakit.
2. Pemeriksaan Fisik 
 B1 (Breathing) 
Kesulitan bernafas / sesak, pernafasan abdomen, apneu, menurunnya kapasitas vital / paru, reflek batuk turun, resiko akumulasi secret.
 B2 (Bleeding) 
Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi, wajah kemerahan.
 B3 (Brain) 
Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan, ekstremitas sensasi nyeri turun, perubahan ketajaman penglihatan, ganggua keseimbangan tubuh, afasis (kemampuan bicara turun), fluktuasi suhu badan.
 B4 (Bladder) 
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
 B5 ( Bowel) 
Kesulitan menelan-mengunyah, kelemahan otot abdomen, peristaltic usus turun, konstipasi sampai hilangnya sensasi anal.
 B6 (Bone) 
Gangguan mobilitas fisik-resiko cidera / injuri fraktur tulang, hemiplegi, paraplegi.
Pemeriksaan FT
• Anamnesis
– Keluhan utama pasien 
• Rasa lemas seluruh badan dan disertai adanya rasa nyeri
• Paraestasia jari kaki s/d tungkai
• Progresive weakness > 1 Ekstremitas
• Hilangnya refleks tendon
– Pendukung
• Weakness berkembang cepat dalam 4 minggu
• Gangguan sensory Ringan
• Wajah nampak lelah meliputi otot-otot bibir terkesan bengkak
• Tachicardi, cardiac arytmia, Tekanan Darah labil
• Tidak ada demam
• Inspeksi
– Tampak kelelahan pada wajah
– Otot-otot bibir terkesan bengkak
– Kemungkinan adanya atropi
– Kemungkinan adanya tropic change
• Palpasi
– Nyeri tekan pada otot
• Auskultasi
– Breathsound terdengar cepat
• Vital Sign
– Blood Preasure 
• Labil (selalu berubah-ubah)
– Heart Rate
• Tachicardy
• Cardiac arythmia
– Respiratory Rate
• Hyperventilasi
Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
• Aktif
– Kekuatan otot
• Pasif
– Lingkup Gerak Sendi, endfeel
• Tes Isometrik Melawan Tahanan
– Pada ketiga tes tersebut dominan menunjukkan adanya kelemahan.
– Gangguan sendi dimungkinkan pada kasus yang telah lama
Pemeriksaan Khusus
– Kekuatan Otot
• MMT 
– Vital Capacity (Spirometry)
– Sensorik 
• Dermatom Test
• Myotom Test
– Mobilitas Thorax
• Mid line lingkar thorax
– Tendon refleks
– Lingkar otot
• Mid line lingkar otot
– ROM
• ROM Test (Goniometer)
– Fungsional
• ADL
• IADL
– Laboratorium
– Lumbar punksi 
• Cairan cerebrospinal dijumpai peningkatan protein, berisi 10 atau sedikit mononuclear leukosit/mm3
– Electro Diagnostik (EMG) 
• Kecepatan hantar saraf melemah
Prinsip Penanganan
 Pemeliharaan sistem pernapasan
 Mencegah kontraktur
 Pemeliharaan ROM
 Pemeliharaan otot-otot besar yng denervated
 Re-edukasi otot
 Dilakukan sedini mungkin
• Deep breathing Exercise
• Mobilisasi ROM
• Monitor Kekuatan Otot hingga latihan ktif dapat dimulai 
• Change position untuk mencegah terjadinya decubitus
 Gerak pasif general ekstermitas sebatas toleransi nyeri untuk mencegah kontraktur
 Gentle massage untuk memperlancar sirkulasi darah
 Edukasi terhadap keluarga
Diagnosa keperawatan 
1. Resiko terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Resiko tejadi ggn pertukaran gas
3. Ketidakefektifan pola nafas
4. Ggn komunikasi verbal
5. Resiko tinggi terjadi infeksi 
6. Resiko terjadi trauma
7. Resiko terjadi disuse syndrome
8. Kecemasan pada orang tua
4. Rencana keperawatan 
Dx : Resiko terjadi bersihan saluran nafas tidak efektif b.d penurunan reflek menelan dan peningkatan produksi saliva
Tujuan : Setelah dirawat sekret bersih, saliva bersih, stridor (-), sumbatan tidak terjadi
Tindakan:
- Lakukan perawatan EET setiap 2 jam
- Lakukan auskultasi sebelum dan setelah tindakan fisiotherapi dan suction
- Lakukan fisiotherapi nafas dan suction setiap 3 jam jika terdengar stridor atau SpO2 < 95 % - Monitor status hidrasi - Monitor vital sign sebelum dan setelah tindakan - Kolaborasi pemberian bisolvon 3 X 1 tab Dx : Resiko terjadi ggn pertukaran gas b.d dengan adanya ggn fungsi paru sebagai efek adanya atelektasis paru Tujuan : Setelah dirawat - BGA dalam batas normal - Wh -/-, Rh -/-, suara paru +/+ - Cyanosis (-), SpO2 > 95 %
Tindakan:
- Lakukan pemeriksaan BGA setiap 24 jam
- Monitor SpO2 setiap jam
- Monitor respirasi dan cyanosis
- Kolaborasi :
• Seting ventilator SIMV PS 15, PEEP +2, FiO2 40 %, I : E 1:2
• Analisa hasil BGA
Dx. : Resiko tinggi terjadi infeksi b.d pemakaian alat perawatan seperti kateter dan infus
Tujuan : setelah dirawat diharapkan
- Tanda-tanda infeksi (-)
• leiko 3-5 X 10 4, Pada px urine ery (-), sylinder (-), 
• Suhu tubuh 36,5-37 oC
• Tanda-tanda radang pada lokasi insersi alat perawatan (-)
Tindakan :
- Rawat ETT setiap hari
-Lakukan prinsip steril pada saat suction
- Rawat tempat insersi infus dan kateter setiap hari
- Ganti kateter setiap 72 jam
- Kolaborasi :
• Pengggantian ETT dengan Tracheostomi
• Penggantian insersi surflo dengan vanocath
• Pemeriksaan leuko
• Pemeriksaan albumin
• Lab UL
• Pemberian profilaksis Amox 3 X 500 mg dan Cloxacilin 3 X 250 mg
Dx : Resiko terjadi disuse syndrome b.d kelemahan tubuh sebagai efek perjalanan penyakit GBS
Tujuan : Setelah dirawat
-Kontraktur (-)
- Nutrisi terpenuhi
- Bab dan bak terbantu
- Personal hygiene baik
Tindakan:
- Bantu Bab dab Bak
- Monitor intake dan output cairan dan lakukan balance setia 24 jam
- Mandikan klien setiap hari
- Lakukan mirimg kanan dan kiri setiap 2 jam
- Berikan latihan pasif 2 kali sehari
- Kaji tanda-tanda pnemoni orthostatik
- Monitor status neurologi setiap 8 jam
- Kolaborasi:
• Alinamin F 3 X 1 ampul
• Sonde pediasuer 6 X 50 cc
• Latihan fisik fasif oleh fisiotherapis
Dx. Kecemasan pada orang tua b.d ancaman kematian pada anak serta perawatan yang lama
Tujuan :
- Setelah dirawat klien dapat menerima keadaan dan kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan
Tindakan :
- He tentang penyakit GBS, perjalanan penyakit dan penanganannya.
- He tentang perawatan dan pemasangan alat perawatan alternatif sehubungan dengan proses perawatan yang lama seperti pemasangan tracheostomi dan vanocath
- Meminta agar keluarga mengisi informed konsen dari tindakan yang akan dilakukan oleh petugas

Selasa, 11 Juni 2013

diagnosa : percintaan berhubungan dengan masadepan

Kekuatan pada Cinta Beda Agama? Kamu Percaya Itu?

Beberapa kali gue pernah denger curhatan temen gue tentang kisah pacarannya yang beda agama. Mereka saling mencintai dan menghormati satu sama lain. Tapi kedua orang tua nya tidak mengijinkan mereka. Hingga suatu saat, salah satu dari mereka minta putus, tapi yang lain tidak mau, hingga ia (yang lain, red.) ingin pindah agama saja. Dan kebimbangan akan hubungan mereka makin menjadi.
image
“Apakah kamu percaya tentang ikatan pada cinta beda agama?”, tanya gue dalam hati.
Gue memberi beberapa nasihat sebagai teman. Tapi tetap saja gue memikirkannya. Apakah cinta beda agama itu kekal? Apakah selalu gagal? Atau ada juga yang berhasil?
Seperti banyak film: CIN(T)A, Cinta Tapi Beda, dll.
Di artikel ini gue akan membahas pernikahan beda agama dari beberapa sudut pandang, Islam, Katolik, Kristen, dan menurut hukum UU negara.
Mari pertama kita berbicara dalam sudut pandang agama mayoritas terbanyak di indonesia. Islam. 
Bolehkah menurut hukum Islam seorang Muslim, baik pria maupun wanita menikah dengan orang yang berbeda agama? Masalah perkawinan beda agama telah mendapat perhatian serius para ulama di Tanah Air. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional II pada 1980 telah menetapkan fatwa tentang pernikahan beda agama. MUI menetapkan dua keputusan terkait pernikahan beda agama ini:
Pertama, para ulama di Tanah Air memutuskan bahwa perkawinan wanita Muslim dengan laki-laki non-Muslim hukumnya haram. Kedua, seorang laki-laki Muslim diharamkan mengawini wanita bukan Muslim. Perkawinan antara laki-laki Muslim dengan wanita ahlul kitab memang terdapat perbedaan pendapat. “Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar dari maslahatnya, MUI memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram,
Dalam putusan tersebut, MUI menggunakan Alquran dan Hadis sebagai dasar hukum. “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka ber iman (masuk Islam).
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan wanita orangorang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, meskipun ia menarik hatimu…” (QS: al-Baqarah:221).
Selain itu, Alquran surat al-Maidah ayat 5 serta at Tahrim ayat 6 sebagai dalil putusan MUI. Sedangkan, hadis yang dijadikan dalil adalah Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Tabrani: “Barang siapa telah kawin, ia telah memelihara setengah bagian dari imannya, karena itu, hendaklah ia takwa (takut) kepada Allah dalam bagian yang lain.”
Ulama Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait nikah beda agama. Fatwa itu ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada akhir November 1989. Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa nikah antara dua orang yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah.
Ya saya menggarisbawahi kata “indonesia” (karena setau saya beberapa negara islam lain mengijinkan adanya pernikahan beda agama, contoh: Dubai)
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa tentang penikahan beda agama. Secara tegas, ulama Muhammadiyah menyatakan bahwa seorang wanita Muslim dilarang menikah dengan pria non-Muslim. Hal itu sesuai dengan surat al-Baqarah ayat 221, seperti yang telah disebutkan di atas. “Berdasarkan ayat tersebut, laki-laki Mukmin juga dilarang nikah dengan wanita non-Muslim dan wanita Muslim dilarang walinya untuk menikahkan dengan laki-laki non-Muslim.
FYI: untuk beberapa negara jazirah arab, pernikahan beda agama diperbolehkan, asalkan anaknya harus mengikuti ajaran atau dididik secara islam.
image

Bagaimana dengan nasrani?
Dalam perjanjian alam, kitab ulangan 7:3, umat Nasrani juga dilarang untuk menikah dengan yang berbeda agama. “Dalam UU No 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 juga disebutkan bahwa: “Pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”
Bagaimana dengan Gereja katolik?
Hukum Gereja Katolik (c.1086, 1142)
“Perkawinan beda agama tidaklah sah, kecuali ada ijin uskup”. Alasan gereja Katolik, bukan karena pihak lain itu kafir dan akan membawamu ke neraka, tetapi karena perbedaan paham mengenai dua hal, cinta dan perkawinan. Jangan-jangan paham cintanya itu “you for me” (kamu untuk aku), dan paham perkawinannya membolehkan poligami dan cerai-kawin. Namun walaupun beda agama, kalau sepaham dalam dua hal itu, uskup akan mengijinkannya.
Perkawinan beda agama dalam gereja katolik membolehkan pihak non-katolik tetap memeluk agamanya sendiri, namun pihak non katolik harus mengijinkan anaknya dibaptis Katolik. Kalau demikian, perkawinan boleh diberkati dan diakui sah oleh gereja.
Terjadi distorsi.
Seandainya saja seorang muslim dan katolik menikah, dan masing-masing punya hukum anaknya harus dibabptis, atau didaulat sesuai aga masing2 (katolik dan islami) bagaimana jadinya? Bentrok?
Dengan agama lain? Saya mungkin tidak tahu secara pasti. Tapi kebanyakan agama murni tidak mengijinkan adanya pernikahan beda agama, beda untuk kasus tertentu bila tetua agamais setempat menerapkan hukum berbeda.
Bagaimana menurut Hukum Perkawinan Sesuai UU di Indonesia?
Perkawinan di Indonesia diatur oleh UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: Berdasarkan UU tersebut perkawinan di definisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karenanya dalam UU yang sama diatur bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu serta telah dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bila kita menganalisa pacaran atau pernikahan beda agama:
1. Kemungkinan timbulnya perbedaan pendapat dan rasisme karena perbedaan agama, entah dari faktor eksternal atau internal keluarga sendiri
2. Dapat dibicarakan oleh orang-orang. Mengundang fitnah, kalau melihat kita berada di Indonesia3. Bila punya keturunan, agama apakah yang dianut anak tersebut?4. Kemungkinan akan tidak direstui kedua orang tua5. Hukum dari agama masing-masing
image

Gue lihat (dan baca) banyak juga kok orang-orang yang bertahan dengan perbedaan agama sampai akhir hayatnya. Banyak pula artis-artis indonesia yang nekat melakukan pernikahan beda agama. Entah dengan nikah siri, atau nikah diluar negeri dimana hukumnya tidak seketat di Indonesia. Atau kita sebut lebay?
Tapi gue ga menjamin dengan kehidupan setelah “akhir-hayat”. Karena semua akhirnya tergantung pada hukum agama masing-masing. Gue akan bersikap netral dan tidak memandang tinggi satu agama pun.
Tapi karena gue islam, dan kebetulan indonesia mayoritas islam,
nikah beda agama adalah tindakan yang dilarang dan tidak ada celah pembenaran sama sekali, karena dalil dalil diatas dengan jelas memberikan penerangan bagi kita selaku umat-Nya.
Selagi bisa dihindari, kenapa tidak? Lebih baik sakit (diputusin, atau memutusin suatu hubungan beda agama) daripada sakit setelah melakukan komitmen bersama seumur hidup yang nyatanya mungkin lebih sulit untuk dijalani.
Jadi pada dasarnya, gue ga percaya pada kekuatan cinta beda agama. Karena seberapapun kuatnya kalian bertahan, tidak akan pernah semurni dan sekuat pernikahan karena satu iman. Harmoni dan tentram tanpa “kemungkinan” adanya kesalahpahaman.